Puncak Suroloyo
Matahari muncul dalam warna kemerahan kurang lebih pada pukul 5.00
WIB, menyembul di antara ranting pohon yang berwarna hijau. Sinarnya
membuat langit terbagi dalam tiga warna utama, biru, jingga dan kuning.
Serentak saat warna langit mulai terbagi, sekelompok burung berwarna
hitam mulai meramaikan angkasa dan membuat suara serangga tanah yang
semula kencang perlahan melirih.
Empat gunung besar di Pulau Jawa, yaitu Merapi, Merbabu, Sumbing dan
Sindoro menyembul di antara kabut putih. Ketebalan kabut putih itu
tampak seperti ombak yang menenggelamkan daratan hingga yang tersisa
hanya sawah yang membentuk susunan tapak siring dan pepohonan yang
terletak di dataran yang lebih tinggi. Dari balik kabut putih itu pula,
stupa puncak Candi Borobudur yang tampak berwarna hitam muncul di
permukaan lautan kabut.
itulah pemandangan yang bisa dilihat saat fajar ketika berdiri di
Puncak Suroloyo, buykit tertinggi di Pegunungan Menoreh yang berada pada
1.091 meter di atas permukaan laut. Untuk menikmatinya, anda harus
melewati jalan berkelok tajam serta menakhlukkan tanjakan yang cukup
curam, dan memulai perjalanan setidaknya pada pukul 2 dini hari. Dua
jalur bisa dipilih, pertama rute Jalan Godean – Sentolo – Kalibawang dan
kedua rute Jalan Magelang – Pasar Muntilan – Kalibawang. Rute pertama
lebih baik dipilih karena akan membawa anda lebih cepat sampai. Tentu
anda mesti berada dalam kondisi fisik prima, demikian juga kendaraan
yang mesti berisi bahan bakar penuh serta bila perlu membawa ban
cadangan.
Setelah berjalan kurang lebih 40 km, anda akan menemui papan penunjuk
ke arah Sendang Sono. Anda bisa berbelok ke kiri untuk menuju Puncak Suroloyo, namun disarankan anda berjalan terus dahulu sejauh 500 meter
hingga menemui pertigaan kecil dan berbelok ke kiri karena jalannya
lebih halus. Dari situ, anda masih harus menanjak lagi sejauh 15 km
untuk menuju Puncak Suroloyo. Sebuah perjalanan yang melelahkan memang,
namun terbayar dengan keindahan pemandangan yang dapat dilihat.
Pertanda anda telah sampai di bukit Suroloyo adalah terlihatnya tiga
buah gardu pandang yang juga dikenal dengan istilah pertapaan, yang
masing-masing bernama Suroloyo, Sariloyo dan Kaendran. Suroloyo adalah
pertapaan yang pertama kali dijumpai, bisa dijangkau dengan berjalan
kaki menaiki 286 anak tangga dengan kemiringan 300 – 600. Dari puncak,
anda bisa melihat Candi Borobudur dengan lebih jelas, Gunung Merapi dan
Merbabu, serta pemandangan kota Magelang bila kabut tak menutupi.
Pertapaan Suroloyo merupakan yang paling legendaris. Menurut cerita,
di pertapaan inilah Raden Mas Rangsang yang kemudian bergelar Sultan
Agung Hanyokrokusumo bertapa untuk menjalankan wangsit yang datang
padanya. Dalam kitab Cabolek karya Ngabehi Yosodipuro yang ditulis pada
abad 18, Sultan Agung mendapat dua wangsit, pertama bahwa ia akan
menjadi penguasa tanah Jawa sehingga mendorongnya berjalan ke arah barat
Kotagede hingga sampai di Pegunungan Menoreh, keduia bahwa ia harus
melakuykan tapa kesatrian agar bisa menjadi penguasa.
Menuju pertapaan lain, anda akan melihat pemandangan yang berbeda
pula. Di Puncak Sariloyo yang terletak 200 meter barat pertapaan
Suroloyo, anda akan melihat Gunung Sumbing dan Sindoro dengan lebih
jelas. Sebelum mencapai pertapaan itu, anda bisa melihat tugu pembatas
propinsi DIY dengan Jawa Tengah yang berdiri di tanah datar Tegal
Kepanasan. Dari pertapaan Sariloyo, bila berjalan 250 meter dan naik ke
pertapaan Kaendran, anda akan dapat melihat pemandangan kota Kulon Progo
dan keindahan panati Glagah.
Usai melihat pemandangan di ketiga pertapaan, anda bisa berkeliling
wilayah Puncak Suroloyo dan melihat aktivitas penduduk di pagi hari.
Biasanya, mulai sekitar pukul 5 pagi penduduk sudah berangkat ke sawah
sambil menghisap rokok linting. Bila anda berjalan di dekat para
penduduk itu, aroma sedap kemenyan akan menyapa indra penciuman sebab
kebanyakan pria yang merokok mencampur tembakau linting dengan kemenyan
untuk menyedapkan aroma.
Selain memiliki pemandangan yang mengagumkan, Puncak Suroloyo juga menyimpan mitos. Puncak ini diyakini sebagai kiblat pancering bumi (pusat
dari empat penjuru) di tanah Jawa. Masyarakat setempat percaya bahwa
puncak ini adalah pertemuan dua garis yang ditarik dari utara ke selatan
dan dari arah barat ke timur Pulau Jawa. Dengan mitos, sejarah beserta
pemandangan alamnya, tentu tempat ini sangat tepat untuk dikunjungi pada
hari pertama ditahun baru.